Langsung ke konten utama

MANUSIA SEBAGAI KUNCI UNTUK MEMENANGI PERSAINGAN REGIONAL DAN GLOBAL



 

Setiap hari kita berinteraksi dan menggunakan produk dan layanan perusahaan-perusahaan BUMN. Di rumah kita menggunakan listrik PLN. Sebelum melanjutkan perjalanan ke kantor kita mampir dulu ke SPBU milik Pertamina untuk mengisi bahan bakar yang menipis. Tidak bawa uang tunai? Jangan kuatir. Pembayaran bisa dilakukan dengan menggunakan mesin Electonic Data Capture (EDC) Bank Mandiri yang ada di SPBU tersebut. Sepanjang perjalanan ke kantor, di kanan kiri jalan banyak berdiri dengan megahnya gedung-gedung kantor cabang Bank BRI, BNI, dan BTN. Untuk perjalanan mudik dan libur lebaran tinggal beli tiket pesawat Garuda secara daring di sebuah laman ternama. Wajar, mengingat jumlah perusahaan pelat merah kita sangat banyak dan di semua sektor bisa dibilang BUMN sebagai pemain utama. Memang BUMN kita belum maksimal dalam menjalankan peran strategisnya sebagai agent of development. Namun, upaya-upaya strategis dari pemerintah dan pihak pemangku kepentingan  terus dilakukan sehingga BUMN kita sehat dan tangguh bersaing di tingkat ASEAN maupun secara global.
Salah satu kendala yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan pelat merah dan harus menjadi perhatian utama dalam menghadapi Masyarakat Ekonomi ASEAN 2015 ini adalah Sumber Daya Manusia (SDM). SDM yang handal sangat penting agar perusahaan bisa tumbuh dan berkembang dan menjadi kontributor utama bagi kesuksesan perusahaan. Terkait SDM yang handal ini, salah satu kendala utama yang dihadapi oleh perusahaan-perusahaan BUMN di Indonesia adalah sulitnya mempertahankan karyawan-karyawan yang handal. Di Indonesia, konsep sumber keunggulan bersaing masih dipahami secara tradisional sehingga sebagian besar perusahaan BUMN masih belum memiliki konsep pengelolaan SDM yang baik dan efektif. PPM Manajemen menjelaskan bahwa konsep sumber keunggulan bersaing merupakan keunggulan-keunggulan kompetitif yang mempunyai dampak yang signifikan baik kepada industri secara keseluruhan, organisasi maupun individu-individu, yaitu sumber daya finansial, sumber daya alam, sumber daya manusia, dan teknologi informasi.[1] Untuk meningkatkan daya saing sebuah perusahaan, keempat sumber daya tersebut harus dikelola dengan menggunakan logika baru yang bercirikan fleksibilitas, pengelolaan organisasi secara lebih baik, memperbesar keterlibatan individu (employee engagement), hubungan yang lebih lateral, dan kepemimpinan yang baik. Namun sayangnya di Indonesia yang terjadi adalah sebaliknya. Perusahaan-perusahaan BUMN umumnya masih menggunakan logika pengelolaan sumber daya yang lama yang menyebabkan perusahaan-perusahaan sulit menggeliat dan tumbuh dan hanya mampu menjadi raja di rumah sendiri. Akibat kurangnya fleksibilitas perusahaan-perushaan BUMN jadi sulit bermanuver dan mempersiapkan SDM dan para eksekutifnya untuk mampu bersaing secara global. Makanya, tidaklah mengherankan apabila kemudiaan muncul wacana untuk memberi kesempatan kepada orang-orang asing menjadi CEO di perusahaan-perusahaan BUMN. Hal tersebut tentu saja mengundang pro dan kontra oleh beberapa kalangan. Wakil Ketua DPR, Fadli Zon, berpendapat bahwa hal tersebut meremahkan bangsa Indonesia karena menurutnya sangat banyak orang Indonesia yang berkelas dan mampu memimpin perusahaan-perusahaan BUMN.[2] Dari pihak yang pro diantaranya berpendapat bahwa warga negara asing boleh menjadi CEO BUMN apabila ternyata tidak ada orang Indonesia yang bisa membawa perusahaan-perusahaan BUMN untuk menjadi perusahaan kelas dunia dan bersaing secara global. Menurut Ketua Umum KADIN Indonesia, Suryo Bambang Sulistyo (SBS), perusahaan-perusahaan BUMN harus dipimpin oleh CEO-CEO kelas dunia karena BUMN Indonesia saat ini dinilai kurang memiliki daya saing bahkan kalah dari negara serumpun yaitu Malaysia.[3] SBS mencontohkan perusahaan BUMN Malaysia yaitu Petronas yang bisa menjadi perusahaan kelas dunia karena menerapkan konsep the best management you can get walaupun dinakhodai oleh duo orang Malaysia sendiri yaitu Tan Sri Dato’ Shamsul Azhar Abbas sebagai CEO dan Tan Sri Modh Sidek Hassan sebagai Chairman of the Board.[4] Bahkan saat ini laba Petronas mencapai USD20 miliar jauh melebihi laba gabungan 138 perusahaan BUMN Indonesia yang hanya sebesar USD13,5 miliar.[5] Menurut Tanri Abeng, Komisaris Utama Pertamina yang juga merupakan mantan Menteri BUMN, pada tahun 2013 1 BUMN Malaysia saja yaitu Petronas  mampu  menyumbang ke APBN Malaysia sebesar US$25 miliar atau sekitar Rp.300 triliun. Di tahun yang sama sumbangan seluruh BUMN Indonesia ke APBN hanya sebesar US$10 miliar atau setara Rp.120 triliun saja.[6] Angka yang sangat kecil. Apabila dikaitkan dengan fungsi BUMN yaitu menciptakan keuntungan sebesar-besarnya sehingga memberikan sumbangan yang besar bagi perkembangan perekonomian nasional pada umumnya dan pada penerimaan negara pada khususnya, fakta tersebut menunjukkan bahwa perusahaan-perusahaan BUMN belum memberikan kontribusi yang maksimal.
Jumlah BUMN Indonesia sebanyak 143 perusahaan juga menjadi kendala dalam menciptakan BUMN kelas dunia. Sebenarnya, sejak Kementerian BUMN terbentuk pada 1998, memiliki BUMN-BUMN kelas dunia telah menjadi tekat dan visi dibentuknya kementerian ini. Sejak itu, berbagai master plan telah disusun sebagai roadmap untuk mencetak BUMN-BUMN kelas dunia. Namun, kebijakan-kebijakan yang tercipta sebagai bagian dari master plan masih belum dapat mewujudkan ambisi tersebut. Bandingkan dengan Malaysia yang hanya memiliki 39 BUMN, sedangkan negara jiran lainnya yaitu Singapura memiliki 35 BUMN yang dikelola oleh perusahaan induk yaitu Temasek. Untuk urusan mengurangi jumlah BUMN yang terlalu gemuk tersebut, Indonesia memang harus banyak belajar dari Singapura. Dalam laman Liputan6.com, Thendra Crisnanda, seorang analis sekuritas, mengatakan bahwa sudah saatnya perusahaan-perusahaan pelat merah digabung berdasarkan keahlian-keahlian yang mereka tekuni. Tidak harus seperti Singapura dengan Temasek Holdings-nya, melainkan nantinya BUMN Indonesia akan dibawahi holding-holding pertambangan, telekomunikasi, perbankan, keuangan dan lain-lain.[7] Aset 35 BUMN Singapura yang dikelola oleh Temasek Holdings saat ini mencapai US$223 miliar atau sekitar Rp.2,073 triliun,[8] sedangkan total aset 143 BUMN Indonesia sebesar Rp.4,500 triliun.[9] Dengan jumlah aset sebesar itu, Temasek Holdings bisa memiliki kepemilikan saham di beberapa perusahaan kelas dunia terkemuka seperti Repsol di Spanyol dan Standard Chartered Bank, dan beberapa perusahaan Indonesia seperti Telkomsel, Bank Danamon, dan DBS Indonesia. Karena memiliki jumlah aset yang lebih besar, sebenarnya BUMN Indonesia memiliki potensi untuk melakukan hal tersebut. Namun, tantangan kita adalah mengelola BUMN 100% persen secara profesional dan melepaskan diri secara total dari kepentingan pemerintah alias birokrasi. Kita sering menyaksikan CEO-CEO BUMN yang dicopot karena dipandang tidak sejalan dengan kepentingan pemerintah. Bahkan, berdasarkan pengalaman Sunarsip, seorang pengamat BUMN yang juga merupakan mantan staf ahli Menteri BUMN, dalam rapat-rapat antara DPR RI dengan Pemerintah dan BUMN sering terjadi anggota DPR terlalu mencampuri urusan kebijakan BUMN. Bahkan dalam beberapa kasus, DPR ikut menentukan kebijakan dan keputusan internal BUMN. Intervensi pemerintah dan stakeholder lainnya yang terlalu dalam tentu saja sangat menyulitkan BUMN kita untuk tumbuh dan bersaing secara global.[10] Menurut Mas Achmad Daniri, praktek intervensi yang berlebihan terhadap BUMN oleh kekuatan politik dan birokrasi akan sangat berpengaruh terhadap efisiensi BUMN. Melihat pengalaman BUMN Malaysia dan Singapura, Mas Achmad Daniri, yang merupakan mantan Presdir Bursa Efek Jakarta (BEJ), mengatakan kedepannya perlu dibentuk beberapa holding atau satu super holding yang berperan sebagai pengelola korporasi (executing agency) sehingga Kementerian BUMN benar-benar hanya berfungsi sebagai regulator (non-executing agency).[11] Karena saat ini belum terdapat super holding seperti Temasek di Singapura dan Khazanah di Malaysia, maka peran CEO sebagai top executing agency perlu independen dan diberikan kewenangan mutlak untuk menyusun strategi untuk mengembangkan perusahaannya. Hal inilah yang terjadi di Malaysia dan Singapura dimana pemerintah memberikan kebebasan yang seluas-luasnya kepada BUMN-BUMN-nya untuk melakukan aksi korporasi dan dikelola secara profesional seperti layaknya sebuah perusahaan swasta tanpa adanya intervensi politik dan birokrasi. Hal ini menyebabkan di Malaysia hampir tidak pernah terjadi riak-riak politik, tuduhan ekonomi liberalis-sosialis, demo menolak kenaikan harga BBM, tuduhan menjual aset negara kepada asing dan lain-lain akibat rakyatnya sudah sangat mafhum bahwa semua harga atas produk yang ditetapkan oleh BUMN didasarkan kepada hitung-hitungan korporasi, bukan ditentukan karena harga politik apalagi penyesuaian harga yang didasari oleh kepentingan segelintir golongan yang ingin menjadikan perusahaan BUMN sebagai sapi perah demi memperbesar pundi-pundi kekayaannya.[12]   
Untuk meningkatkan peran BUMN Indonesia terutama di regional ASEAN, pemerintah sebenarnya telah lama mencanangkan gagasan Super Holding Company (SHC) demi mewujudkan BUMN menjadi perusahaan kelas dunia. Pada era kepemimpinan Presiden Habibie pada tahun 1999 adalah awal gagasan pengelolaan BUMN dikelompokkan pada beberapa holding seperti holding jasa keuangan, holding infrastruktur, holding pertambangan dan lain-lain.[13] Namun, sampai berakhirnya era pemerintahan SBY, baru 2 holding yang terbentuk yaitu holding semen (PT Semen Indonesia), holding pupuk (PT Pupuk Indonesia). Malaysia yang juga mencanangkan SHC pada saat yang bersamaan dengan Indonesia, justru telah berhasil mendirikan 1 SHC yaitu Khazanah Group Berhad yang mengomandani 10 subholding company yang seluruhnya bersifat komersial. Total aset yang dikelola oleh Khazanah Group sebesar US$41,6 miliar atau setara Rp.500 triliun. Bandingkan dengan China yang memiliki super holding BUMN bernama SASAC yang baru terbentuk 4 tahun kemudian tepatnya di 2003 namun saat ini sudah mampu menangguk laba sebesar US$150,4 miliar atau setara Rp.1,500 triliun lebih. Penyebab masih belum terwujudnya strategi SHC sesuai master plan selain karena masih tingginya intervensi stakeholder dalam penentuan kebijakan-kebijakan BUMN, juga karena pengelolaan BUMN belum efisien. Inefisiensi merupakan musuh utama BUMN dan harus dibasmi agar BUMN Indonesia bisa menjadi perusahaan berdaya saing global. Temuan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) menghasilkan data bahwa 14 perusahaan pelat merah berpotensi merugikan negara sebesar Rp.3,15 triliun dan US$243,896 atau sekitar Rp.292 miliar lebih akibat inefisiensi dan pengelolaan perusahaan yang tidak sesuai aturan.  Inefisiensi pula yang dituding sebagai penyebab belum membaiknya kinerja keuangan BUMN penerbangan, PT Garuda Indonesia Tbk., yang masih mencatatkan rugi bersih tahun 2014 silam yang merugikan negara sebesar US$211,7 juta atau sekitar Rp.2,3 triliun padahal bisnis penerbangan semakin ramai seiring dengan pertumbuhan industri pariwisata dalam dan luar negeri.[14] Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS) jumlah penumpang angkutan udara di 2014 mencapai 72,6 juta atau mengalami kenaikan sebesar 12,50 persen dari 2013. Saya termasuk seseorang yang rutin menggunakan moda angkutan udara dan loyal dan senang menggunakan maskapai Garuda. Walaupun harga tiketnya relatif lebih mahal, saya yakin sebagian besar dari jumlah tersebut juga merupakan penumpang setia maskapai Garuda. Secara hitung-hitungan bisnis, seharusnya PT Garuda Indonesia Tbk. sudah menangguk untung dari kenaikan penumpang tersebut. Karena adanya kerugian tersebut pemerintah sontak mengganti CEO Garuda Indonesia yang dianggap bertanggung jawab atas kerugian perusahaan yang juga merupakan kerugian negara. Kejadian yang sama juga menimpa beberapa mantan CEO Pertamina karena dianggap tidak sejalan dengan kebijakan yang ditempuh oleh pemerintah. Intervensi pemerintah yang terlalu besar apalagi dari kalangan partai yang mengangkat komisaris dari tim sukses atau partisan partai politiknya menyebabkan BUMN Indonesia kurang lincah bergerak. Menurut Said Didu, wacana SHC merupakan kiat yang paling ampuh untuk mewujudkan konsolidasi seluruh perusahaan pelat merah tanah air.[15] Melalui SHC, tata kelola yang baik (Good Corporate Governance) akan terwujud, mekanisme pengawasan terhadap BUMN akan menjadi lebih baik, kualitas proses seleksi, remunerasi setimpal berbasis kinerja, people management akan meningkat, dan melakukan benchmark dengan perusahaan yang sama. Mantan Sekretaris BUMN ini menambahkan bahwa pembentukan SHC juga bertujuan untuk memurnikan dasar hukum pengelolaan BUMN menjadi dasar hukum korporasi yang selama ini masih abu-abu antara hukum korporasi atau hukum publik. SHC ini akan dipimpin oleh CEO yang memiliki kewenangan setara menteri yang langsung dibawah komando Presiden sehingga tidak akan ada intervensi.
Inefisiensi lebih disebabkan karena ketidakprofesionalan CEO dan direksi BUMN dalam mengelola perusahaannya. Apalagi BUMN telah lama dan masih merasa sampai sekarang sebagai anak emas pemerintah sehingga walaupun mengalami kerugian tetap akan mendapat kucuran modal dari pemerintah berupa Penyertaan Modal Negara (PMN) yang jumlahnya tidak sedikit. Berdasarkan hasil audit BPK selama 2014-2015, 37 BUMN dinyatakan tidak sehat akibat ketidakefisienan, ketidakpatuhan, dan markup. Penyebab terbesar perusahaan-perusahaan BUMN tidak efisien adalah kembali kepada praktek korupsi dan ketidakprofesionalan para pengelola perusahaan BUMN tersebut. Kasus anak perusahaan Pertamina yaitu Petral mungkin bisa sebagai contoh terbaru. Petral yang merupakan singkatan dari Pertamina Energy Trading Limited sering dikaitkan dengan mafia minyak yaitu sekelompok orang yang mengeruk keuntungan yang sangat besar bagi dirinya sendiri. Padahal, sebagai anak perusahaan BUMN, Petral bertanggungjawab untuk memenuhi kebutuhan minyak rakyat Indonesia sebesar 1,5 juta barrel per hari karena Pertamina hanya bisa memproduksi 1,3 juta barrel minyak per hari.[16] Pertamina dikabarkan bisa menghemat sekitar Rp.250 miliar per hari akibat pembubaran Petral. Alih-alih membantu induknya memenuhi kebutuhan bahan bakar minyak Indonesia, Petral malah menjadi duri dalam daging. Inefisiensi usaha diperparah diperparah dengan korupsi yang marak dilakukan oleh para mafia migas membuat Pertamina sulit berkembang dan bersaing di kancah internasional.
Berbagai upaya telah dilakukan untuk mencetak perusahaan kelas dunia. Salah satu BUMN besar yang berpotensi untuk bersaing secara regional dan global adalah PT Pertamina (Persero). Selain melalui pembubaran Petral dan pembentukan Integrated Supply Chain (ISC) sebagai pelaksana ekspor impor minyak mentah dan produk kilang, perusahaan juga dilaporkan  memperoleh laba yang cukup besar melalui strategi-strategi efisiensi antara lain melalui pelaksanaan breakthrough project. Upaya efisiensi, pembenahan tata kelola dan perbaikan manajemen supply chain tersebut mutlak dilakukan untuk membesar peran dan kontribusi Pertamina sebagai agen pembangunan.  Pertamina memang harus terus melakukan terobosan-terobosan karena diharapkan mampu bersaing dengan perusahaan-perusahaan migas besar di dunia. Caranya menurut Tanri Abeng, adalah  melalui efisiensi yang tinggi, strategi yang tepat, dan manajemen yang kuat.[17]  Hal ini sejalan dengan pendapat Chartered Global Management Accountant (CGMA) bahwa untuk menjadi kelas dunia perusahaan harus berfokus pada beberapa prioritas:
·      Strategi yang secara efektif menghubungkan antara tindakan-tindakan dalam jangka pendek dengan visi-visi jangka panjang.
·      Kepemimpinan biaya (cost leadership)
·      Manajemen supply chain.
·      SDM yang sangat termotivasi dan ahli di bidangnya.
·      Menarik dan mempertahankan para pelanggan.
·      Kemampuan berinovasi.[18]
Bagaimana kiat menjadikan perusahaan-perusahaan BUMN yang bisa bersaing di era MEA dan secara global sebagai perusahaan kelas dunia berdasarkan prioritas diatas? Ada beberapa kiat yang dapat dilakukan yaitu:
- Kewajiban CEO adalah menciptakan lebih banyak pemimpin yang handal dan profesional sebagai pemimpin masa depan (future leaders). Mengembangkan sumber daya manusia harus menjadi fokus perhatian karena SDM merupakan pemimpin masa depan. Singkatnya, tugas utama CEO adalah mengurus orang (people business).  Mengapa mengembangkan SDM dan membangun pemimpin adalah merupakan bisnis utama sebuah BUMN? Jasa dan produk antara BUMN dan perusahaan swasta baik di dalam maupun luar adalah sama. Produk perbankan yang ditawarkan oleh Bank Mandiri sama dengan Bank BRI dan BCA. Produk Pertamina sama dengan produk yang disediakan oleh Petronas. Sebagian besar perusahaan dalam negeri sudah mampu menyediakan produk sejenis yang diberikan oleh perusahaan-perusahaan asing. Namun, yang sulit untuk ditiru adalah SDM yang berkualitas.  Inilah yang dikemukan oleh Geoff Calvin bahwa,”your competition can copy every advantage you’ve got - except one. That’s why the world’s best companies are realizing that no matter what business they’re in, the real business is building leaders.[19] Untuk menjadi perusahaan kelas dunia, syarat utama dan mutlak adalah memiliki pemimpin kelas dunia, BUMN harus memiliki CEO berkelas dunia pula. Agar perusahaan BUMN tangguh, CEO-nya pun harus tangguh sehingga mampu menghadapi segala bentuk intervensi, menghapus praktek korupsi dan memberantas mafia-mafia yang mengancam perusahaannya dan menciptakaan kepuasan dan kebahagiaan kerja di kalangan pegawai.
- Perusahaan kelas dunia memperlakukan  karyawannya sebagai aset yang berharga. Hal ini berdasarkan hasil penelitian Tom Peters dan Bob Waterman terhadap 43 perusahaan top dalam daftar Fortune 500 yang menemukan bahwa hasil penelitian mereka menunjukkan bahwa kekuatan utama ke-43 perusahaan tersebut adalah bahwa mereka memperlakukan karyawan sebagai aset berharga (valuable assets).[20] Perusahaan-perusahaan BUMN yang ingin bersaing secara global harus dapat merumuskan budaya yang kondusif dan kompetitif sehingga mendorong seluruh karyawan untuk terlibat secara aktif memberikan kontribusi terhadap kesuksesan perusahaan (employee involvement) dan meningkatkan kesetiaan karyawan (employee engagement) karena akan berpengaruh terhadap peningkatan laba perusahaan.[21] Hal senada pernah dikatakan oleh mantan CEO GE, Jack Welch, bahwa agar perusahaan mampu berkompetisi, mereka harus merumuskan jalan agar kesetiaan terpatri dalam pikiran seluruh karyawannya.[22] Sesuai dengan laporan CGMA sebelumnya, SDM yang sangat termotivasi dan ahli di bidangnya harus menjadi fokus prioritas agar mampu bersaing di kancah regional dan global.
-   CEO BUMN harus menjadi role model yang baik bagi para karyawan di perusahaannya. Mengapa sampai muncul gagasan memperbolehkan orang asing memimpin BUMN? Mungkin bisa jadi karena orang-orang kita yang menjadi pimpinan puncak di perusahaan-perusahaan BUMN masih belum menunjukkan taji dan membuktikan diri sebagai eksekutif kelas dunia. Menurut Jim Collins, CEO itu ibarat seorang supir bus. Bus tersebut sebagai perumpamaan perusahaannya awalnya diam. Adalah tugas sang supir untuk menjalankan bus tersebut. Supirlah yang memutuskan hendak dibawa kemana, bagaimana cara untuk sampai ke tujuan, dan siapa saja penumpang yang boleh ikut serta. Supir yang hebat bukan supir yang awalnya menentukan kemana arah yang akan dituju bus tersebut, namun memilih penumpang-penumpang yang akan menemaninya sepanjang perjalanan.[23] Masih menurut Jim Collins, alasan supir bus tersebut menentukan siapa penumpang yang akan dibawa serta disebabkan tiga hal. Pertama, menentukan penumpang dulu akan memudahkan sang supir beradaptasi terhadap perubahan rute sebagai perumpamaan dunia yang terus berkembang, kedua jika supir membawa serta orang-orang hebat, dia tidak perlu repot-repot memotivasi mereka, dan ketiga jika anda membawa serta penumpang yang salah, seberapa besar pun tujuan anda hasilnya akan tetap biasa-biasa saja.
            Semoga BUMN kita bisa lebih maju dan menjadi perusahaan-perusahaan kelas dunia yang disegani se-ASEAN dan secara global. Kata kuncinya adalah kelola SDM dengan baik karena dengan SDM yang unggul dan kompetitif niscaya perusahaannya pun akan menjadi unggul dan kompetitif.                                  


[1]  “Logika Baru Meningkatkan Daya Saing Perusahaan”, PPM Manajemen, Tanggal 26  November 2013
[2]  “Terima CEO BUMN Asing, Fadli Zon: Menteri BUMN Remehkan Orang Indonesia”, http://Fiscal.co.id, tanggal 16 Desember 2014
[3]  “KADIN Tak Permasalahkan Orang Asing Jadi CEO BUMN”, http://Tribunnews.com, Edisi Sabtu 25 Juli 2015
[4]  “Petronas’ Board of Directors”, http://Petronas.com.my
[5]  “Ternyata, Profit 138 BUMN RI Kalah Besar Dibandingkan Petronas Malaysia”, http://Finansial.bisnis.com, Edisi Sabtu 25 Juli 2015
[6]  “Sindir BUMN RI, Tanri Abeng: Petronas Sumbang Rp.300 T ke APBN Malaysia”, http://detikfinance.com, Edisi Senin 16 Februari 2015
[7]  “Kelola BUMN, Indonesia Perlu Tiru Singapura”, http://Liputan6.com, Edisi 4 November 2013
[8]  “Aset BUMN Singapura Ini Capai Rp.2,073 Triliun”, http://Kompas.com, Edisi Sabtu 25 Juli 2015
[9]  “Aset Rp.4,500 T, BUMN Harus Lebih Optimal”, http://suarapembaruan.com, Edisi Rabu 29 Juli 2015
[10]  “Strategi Pengelolaan BUMN di Masa Mendatang”, Sunarsip, M.E. Ak., Minggu 27 Februari 2011
[11]  “Mengejar Ketertinggalan BUMN Indonesia”, Mas Achmad Daniri, http://Madani-ri.com,
[12]  “BUMN Malaysia Lebih Jago Ketimbang BUMN Indonesia”, http://Medanbisnisdaily.com, Edisi Jumat 29 Agustus 2014
[13]  “Gagasan Super Holding Company BUMN”, http://BUMNTrack.co.id, Edisi 29 Desember 2014
[14]    “Inefisiensi, 14 BUMN Berpotensi Rugikan Negara Rp.3 Triliun”, http://Viva.co.id, Edisi Rabu 4 Februari 2015
[15]    “Tingkatkan Kinerja BUMN, Ini Saran Said Didu”, http://Swa.co.id, Edisi 21 Mei 2015
[16]  “Sebanyak 37 BUMN Tidak Sehat”, http://Lampost.co.id, Edisi Selasa 31 Maret 2017
[17]  “Dewan Komisaris Diminta Kawal Pertamina Jadi World Class Company”, http://Pertamina.com, Tanggal 6 Mei 2015
[18]  “Report on Building World-Class Businesses For The Long-Term”, Chartered Global Management Accountant (CGMA), http://CGMA.org, Tanggal 10 Mei 2013 
[19]   “Building Leaders”, Geoff Calvin, http://Peopletek.com, Tanggal 3 Februari 2011
[20]   “In Search of Excellence”, Tom Peters and Bob Waterman, 1982
[21]   “Employers Should Embrace Workers As Valuable Asset”, http://businesspaths.net
[22]   “Without Employees You Have No Business”, Kumar Dinesh, https://Linkedin.com, Tanggal 2 Oktober 2014
[23]   “Good to Great”, Jim Collins, http://Jimcollins.com, Oktober 2001


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Budaya Service SQ, Budaya Yang Memuaskan Karyawan

Apakah anda ingin merasakan layanan kamar kelas suite? Tentu saja semua orang ingin menikmati bagaimana rasanya menginap beberapa malam di kamar kelas suite yang dimiliki minimal oleh hotel-hotel berbintang lima atau kapal-kapal pesiar mewah. Kita pasti belum membayangkan bahwa fasilitas hotel berbintang saat ini bisa kita nikmati juga di atas pesawat terbang. Pada tahun 2008 Singapore Airlines telah memperkenalkan layanan The Suites, sebagai layanan udara termewah yang tersedia secara komersial. The Suites merupakan layanan eksklusif di armada Airbus A380 Singapore Airlines yang menerbangi rute Changi International Singapura menuju bandara internasional John F. Kennedy New York yang menawarkan kabin pribadi dengan pintu-pintu geser yang memungkinkan anda untuk menikmati privasi dan istirahat yang sangat nyaman selama perjalanan. Interiornya yang mewah dirancang oleh desainer Perancis bernama Jean-Jacques Coste yang dikenal sebagai perancang interior kapal yacht mewah. K...

Kepemimpinan Transformasional: Sebuah Gaya Kepemimpinan Yang Adaptif (Bagian 1)

Organisasi dimanapun butuh  kepemimpinan karena tanpa kepemimpinan  organisasi tidak akan berjalan dengan baik dan efektif.  Inilah sebabnya bila  kita berbicara organisasi maka kita juga harus membicarakan bagaimana kepemimpinan dalam organisasi. Di banyak literatu r  kepemimpinan organisasi (organizational leadership)   j ustru lebih banyak dibahas dibanding organisasi itu sendiri.    Terdapat beberapa versi kepemimpinan dan seringkali kepemimpinan dipersepsikan secara salah sebagai manajemen. Sederhananya, perbedaannya adalah apabila anda memimpin orang lain namun anda berjalan sendiri tanpa diikuti oleh satupun orang yang anda pimpin, itulah manajemen. Bedanya yang lain adalah manajemen adalah memimpin tanpa nilai (managing without value)  dimana seluruh proses manajerial berupa merencanakan, mengorganisasi dan mengoordinasi strategi untuk pencapaian tujuan organisasi, sedangkan tugas pemimpin adalah untuk menginspirasi dan memotiva...

Bahagia dan Kreativitas

Success is liking yourself, liking what you do, and liking how you do it Ungkapan diatas pernah diucapkan oleh Maya Angelou, seorang penulis terkemuka. Kesuksesan hanya bisa diraih apabila kita bahagia dalam bekerja, menyukai pekerjaan kita dan menyukai apapun yang berkaitan dengan pekerjaan kita termasuk perusahaan tempat kita bekerja, rekan kerja kita, atasan kita, nasabah atau debitur kita dan sebagainya. Kebahagiaan dalam bekerja menghasilkan interaksi yang lebih baik dengan rekan, atasan, nasabah serta produktivitas dan kinerja kerja yang terus meningkat. Kebahagiaan bekerja juga berdampak besar terhadap kondisi kesehatan kita sehingga kita tidak gampang stress dan sakit. Soal bonus yang kita peroleh tentunya sebanding dengan produktivitas kita. Ada lagi manfaat penting kebahagiaan kerja yaitu menumbuhkan inovasi dan kreativitas. Riset menyimpulkan bahwa kebahagiaan dan kreativitas adalah dua hal yang saling terkait. Karyawan yang bahagia akan lebih produktif dan kre...