Judul
diatas terkesan provotif, kan? Ya,
hari ini kok bisa ada tulisan yang mengajak untuk mengusir nasabah-nasabah
baik. Bukankah seharusnya nasabah baik justru harus dilayani secara prima
sehingga mereka akan terus bertransaksi dan menjadi nasabah loyal?
Penulis
Kate Swoboda, dalam salah satu artikel online berjudul How to Stop the Time Suck of Customer Relationships menceritakan
panjang lebar perihal nasabah baik ini. Menurutnya, nasabah baik ini ya
benar-benar nasabah yang baik. Kita sebenarnya senang melayani mereka karena
mereka loyal, senang berinteraksi dengan kita, memuji apa yang kita lakukan, memberikan
energy yang positif tapi dengan satu masalah; mereka mengambil sebagian besar
waktu kerja kita, atau mengubah waktu yang seharusnya digunakan untuk
menghubungi nasabah lain menjadi pembicaraan panjang lebar. Saya yakin kita
sering mengalami ‘gangguan-gangguan’ seperti ini dalam aktivitas layanan kita
sehari-hari.
Selama
lebih 12 tahun di bisnis layanan, sudah tidak terhitung berapa kali saya
mengalaminya sendiri. Yang sering terjadi, pada saat nasabah yang harus saya
layani sedang ramai-ramainya mendadak saya ‘diganggu’ oleh nasabah potensial
yang sudah sangat akrab. Dari awalnya pelayanan biasa yang kemudian dilanjutkan
dengan diskusi panjang lebar tentang banyak hal yang bahkan tidak ada kaitannya
dengan pekerjaan saya. Penyebabnya sering nasabah baik seperti ini senang untuk
menghabiskan waktu berlama-lama untuk mengobrol sampai mereka tidak sadar bahwa
kita sedang sibuk bekerja dan antrian nasabah semakin panjang karena
‘kesibukan’ kita mengobrol! Karena service
sudah menjadi mindset dan menjadi
bagian dari perilaku keseharian saya, saya tidak tega untuk menghentikan
obrolan tersebut padahal apa yang disampaikan oleh nasabah sudah seringkali dia
sampaikan. Ketidaktegaan saya akhirnya berimbas pekerjaan saya tidak selesai
tepat waktu dan besok-besok nasabah yang sama akan datang dan datang lagi
melakukan ritual yang sama.
Sebelum
saya sampaikan beberapa kiat untuk ‘mengusir’ nasabah baik secara baik, saya
akan membahas kembali beberapa teori perilaku yang penting dan berkaitan dengan
kiat tersebut. Umumnya, para pakar percaya bahwa perilaku dan tindakan
seseorang merupakan hasil dari karakter seseorang, bukan karena faktor
lingkungan tempat tinggal atau domisilinya. Jadi sering orang bersikap karena hal itu
sudah menjadi karakternya sejak lahir tanpa memperdulikan akibat tindakannya
tersebut terhadap orang lain, lingkungan, bahkan dirinya sendiri. Lain lagi
yang disampaikan Kurt Lewin, yang mengatakan bahwa perilaku seseorang sangat
dipengaruhi oleh lingkungannya. Sebagai contoh, seseorang yang mungkin sewaktu
remajanya nakal kemudian oleh orang tuanya disekolahkan di sebuah ponpes.
Karena lingkungan yang relijius, besar kemungkinan akan menjadi anak yang
relijius karena pengaruh lingkungannya tersebut. Atau sering juga terjadi anak
dari keluarga yang baik berubah menjadi anak bengal karena pergaulannya yang
salah.
Para
ahli sepakat bahwa perilaku kita bukan merupakan hal yang tetap tetapi dapat
berubah. Namun, apa sebenarnya yang memotivasi perilaku tersebut? Sudah banyak
teori yang dikemukakan untuk menjawab pertanyaan dasar tersebut. Abraham Maslow
pada tahun 1943 dalam makalahnya, A
Theory of Human Motivation, dan dalam bukunya di tahun 1954, Motivation and Personality, perilaku
kita dimaksudkan untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan mendasar (basic needs)
sebelum menuju ke tingkatan perilaku yang lebih tinggi. Kebutuhan-kebutuhan
tersusun dalam sebuah hierarki (hierarchy of needs) yang berbentuk piramid. Menurut
Maslow, kebutuhan-kebutuhan paling dasar manusia berada di hierarki terbawah
berupa kebutuhan atas pangan, air, tidur, dan kehangatan. Hanya jika kebutuhan
dasar ini telah terpenuhi barulah manusia bisa naik ke jenjang kebutuhan yang
lebih tinggi kebutuhan atas keamanan (security) dan kenyamanan (safety). Diatas
kedua hierarki kebutuhan yang sifatnya fisik ini adalah kebutuhan yang bersifat
psikologis dan sosial. Inilah yang menjelaskan kenapa semakin mapan, kaya, atau
tinggi strata sosial seseorang, semakin senang dia berinteraksi dengan orang
lain sebagai upaya untuk aktualisasi diri. Kalau belum mapan, boro-boro mau mengobrol lama, mereka
harus segera bekerja karena perut keluarga harus segera diisi.
Apa lagi yang
memotivasi seseorang untuk berperilaku? Menurut Susan Krauss Whitbourne, Professor
Psikologi pada University of Massachusetts Amherts, ada 5 teori yang menjelaskan
mengapa seseorang melakukan sesuatu, yaitu:
1. Instinct Theory
Berdasarkan teori ini, seperti
pada hewan, manusia bertindak mengikuti seperangkat dorongan instinctual yang
telah deprogram dari lahir. Manusia prasejarah contohnya yang berburu karena
dorongan insting agar dapat bertahan hidup.
2. Drive Reduction Theory
Menurut teori ini perilaku manusia
berperilaku sesuai keadaan homeostasis
yang semuanya harus dipenuhi. Homeostasis
adalah istilah biologi yang menggambarkan suatu kondisi keseimbangan internal
yang ideal dimana semua sistem tubuh bekerja dan berinteaksi dengan cara yang
tepat untuk memenuhi semua kebutuhan tubuh. Agar homeostasis bisa bekerja
dengan optimal beberapa dorongan-dorongan ini harus dikurangi levelnya. Ini
mengakibatkan manusia sangat menyukai kondisi yang santai dan bermalas-malasan
akibat dikurangi level homeostasis
ini.
3. Arousal Theory
Berbeda dengan drive reduction theory, pada teori ini
orang berperilaku karena adanya upaya untuk meningkatkan level stimulasi.
Apabila kita mendorong stimulasi ini sampai level tertinggi akan meningkatkan pengeluaran
hormon endorphin. Beberapa orang dikenal suka berpetualang, sangat suka melakukan
hal-hal yang menantang akibat semakin meningkatnya level stimulasi ini.
4. Incentive theory
Pada teori ini perilaku manusia
ditentukan oleh dorongan-dorongan yang menyebabkan kita terpaksa melakukan
sesuatu. Berdasarkan teori ini alasan kita melakukan sesuatu adalah karena kita
beranggapan bahwa dengan melakukan hal tersebut akan membuat kita menjadi lebih
baik dibandingkan jika tidak melakukannya. Penyebabnya karena adanya insentif
yang akan kita terima yang bisa berupa materi maupun non materi.
5. Cognitive Theory
Berdasarkan teori ini perilaku
kita didorong oleh keinginan-keinginan kita sehingga apabila kita memiliki beberapa
keinginan kita akan memilih melakukan pilihan yang lebih sesuai dengan
ekspektasi kita.
6. Self-determination Theory
Menurut teori ini kita memiliki
beberapa keinginan baik yang merupakan kombinasi motivasi yang bersifat intrinsik
dan ekstrinsik yang mengemudikan semua perilaku yang terkait dengan pekerjaan
dan perilaku lainnya.
7. Self-actualization Theory
Sebagai puncak dari semua teori
motivasi perilaku, teori ini menjelaskan bahwa sebagian besar perilaku kita
dimotivasi karena adanya kesadaran terhadap potensial di dalam diri kita.
Setelah
mempelajari beberapa motivasi yang menyebabkan manusia melakukan apa yang
dilakukannya, berikut beberapa tips yang bisa dilakukan untuk ‘mengusir’
nasabah baik agar tugas-tugas kita dapat selesai tepat waktu dan tuntas yaitu:
-
Basa-basi
kemungkinan besar akan berubah menjadi obrolan panjang dan menghabiskan waktu.
Untuk itu sebelum berpanjang-panjang, dari awal selesaikan basa-basi dengan
menawarkan kesempatan berikut untuk mengobrol panjang lebar dengan nasabah. Lebih
awal menghentikan basa-basi lebih baik dan mudah dibanding pada saat obrolan
sudah berpanjang lebar.
-
Ingatlah
bahwa nasabah hanya ingin satu hal, yaitu dilayani dengan cepat tuntas. Untuk
itu sebaiknya fokus segera melayani nasabah dan menyelesaikan kebutuhan nasabah
pada kesempatan pertama sehingga tidak ada ruang dan kesempatan untuk memulai
basa-basi.
-
Ingatlah
penuhi janji anda untuk segera menghubungi nasabah kembali dan meluangkan waktu
mengobrol sebentar pada saat waktu luang.
Manado,
28 September 2014
Komentar
Posting Komentar