Apa yang memotivasi kita untuk bekerja? Pertanyaan yang sederhana namun menurut Prof. Barry Schwartz dalam bukunya “Why We Work?”, jawabannya sangat mengejutkan, kompleks dan mendesak. Sebagian besar karyawan akan menjawab bahwa alasan mereka bekerja adalah bahwa menafkahi diri dan keluarga kita. Beberapa alasan lain kita bekerja adalah karena anggapan bahwa kita adalah makhluk sosial. Kita butuh orang lain dan bekerja merupakan salah satu cara kita bersosialisasi. Manusia memiliki tujuan hidup dan bekerja menjadi jalan untuk mencapai tujuan tersebut. Bekerja juga menjadikan kita lebih produktif dan menjadi produktif itu baik untuk kesehatan mental. Bekerja juga memiliki tujuan untuk mempertahankan standar kehidupan dan masih banyak alasan lain. Apabila diberikan peringkat, uang berupa gaji dan penghasilan masih tetap menjadi alasan utama yang memotivasi kita bekerja.
Jika kita kembali menengok beberapa teori Motivasi Kerja, terdapat empat faktor yang mempengaruhi kepuasan kerja yang akan berdampak kepada kebahagiaan di tempat kerja, yaitu:
n Teori kebutuhan (Need theories)
n Teori kognitif (Cognitive theories)
n Teori desain pekerjaan (Job design theories)
n Teori perilaku (Behavioral theories)
Berdasarkan teori-teori tersebut dapat disimpulkan bahwa alasan dan motivasi orang bekerja adalah karena adanya kebutuhan-kebutuhan yang kita sebagai individu terus berupaya untuk penuhi terutama kebutuhan-kebutuhan dasar seperti makan dan minum, pakaian, dan papan. Maslow’s Need Hierarchy, Alderfer’s ERG Theory dan McClelland’s Need for Achievement Theory adalah tiga teori kebutuhan yang terkenal dan sering menjadi pembahasan. Teori kognitif berdasarkan kepada proses perbandingan sosial yang menentukan rasio input dan output antara diri sendiri dibandingkan dengan orang lain. Jadi, menurut teori ini manusia secara alamiah selalu membandingkan dirinya dengan orang lain termasuk dalam lingkungan kerja. Seseorang dipandang berdasarkan apa yang mereka input ke dalam pekerjaan. Kalau di kantor berdasarkan tanggung jawab pekerjaan dan biasanya semakin besar tanggung jawab seorang karyawan semakin tinggi pula jabatannya. Seseorang memandang apa yang mereka dapat dari suatu pekerjaan (output) dengan asumsi bahwa semakin besar input yang mereka berikan semakin besar pula output yang harusnya mereka peroleh. Rasio input/output ini kemudian dibandingkan dengan rasio input/output orang lain dengan rasio minimal berimbang yaitu 50:50. A Apabila menurut karyawan rasionya dibawah rasio ideal (underpayment), terjadilah ketidakpuasan yang berimbas kepada ketidakbahagiaan di lingkungan kerja. Teori kognitif ini kemudian menyimpulkan bahwa para karyawan yang menganggap sedang terjadi ketidakadilan (inequity) akan melakukan tindakan untuk mengurangi ketidakadilan tersebut diantaranya dengan malas-malasan bekerja atau bahkan berhenti dari pekerjaannya.
Yang menarik dibahas lebih disini adalah teori desain kerja dan teori perilaku karena kedua teori sebenarnya saling terkait. Teori desain kerja apabila diaplikasikan secara baik akan menghasilkan perilaku positif dan menciptakan kepuasan dan kebahagiaan kerja. Salah satu teori desain kerja yang sangat terkenal adalah teori Locke’s Goal Setting. Dalam teori ini masing-masing karyawan dipandang telah menetapkan tujuan yang ingin dicapai dengan pekerjaannya dan harapan untuk dapat mencapai tujuan tersebutlah yang memotivasi mereka dalam bekerja. Kewajiban perusahaan-lah untuk menciptakan lingkungan kerja yang kondusif untuk pencapaian tujuan tersebut. Berdasarkan teori ini uang atau gaji yang lebih besar bukanlah alasan karyawan menunjukkan kinerja yang bagus, melakukan bagaimana mereka dapat mewujudkan tujuan-tujuan atau impian-impian mereka dan apakah perusahaan bisa mendukung pencapaian tujuan tersebut dan memberikan waktu dan sumber daya yang dibutuhkan. Motivasi bekerja terutama berasal dari dalam diri karyawan sendiri atau bersifat intrinsik.
Teori motivasi yang juga sering dibahas adalah teori berdasarkan pekerjaan (Job-based theories) oleh Herzberg (Two-Factor Theory atau sering disebut Motivation-Hygiene Theory) dan Job Characteristics Theory. Kesimpulan kedua teori adalah bahwa kepuasan dan kebahagiaan bekerja terutama disebabkan apabila karyawan merasa bahwa konten pekerjaannya telah memenuhi kebutuhan level paling atas (upper-level needs) atau disebut faktor-faktor motivator misalnya tantangan pekerjaan, kemungkinan untuk memberikan ide-ide kreatif, dan kepentingan-kepentingan intrinsik lainnya. Faktor gaji, tunjangan, hubungan dengan rekan kerja, dan kondisi fisik lingkungan kerja merupakan faktor level rendah (lower-level) atau faktor higienis hanya sedikit berpengaruh kepada kepuasan dan kebahagiaan kerja. Sedangkan dalam Job Characteristics Theory dijelaskan bahwa kepuasan kerja disebabkan karena faktor jenis pekerjaan, keahlian yang dibutuhkan dan manfaat pekerjaan, kebebasan (otonomi) dalam bekerja dan adanya umpan balik terutama dari atasan.
Dalam tulisannya yang berjudul “What makes us feel good about our work?”, pakar ekonomi perilaku Dan Ariely menyimpulkan bahwa banyak faktor yang memotivasi orang untuk bekerja selain uang. Ariely menulis bahwa motivasi utama orang bekerja adalah mencari makna dari pekerjaannya berdasarkan pengakuan dari orang lain. Semakin besar usaha yang diberikan oleh seseorang dalam pekerjaannya, semakin besar tanggung jawab yang diembannya justru membuat seseorang semakin bangga. Ini tentu saja berbeda dari pendapat sebagian besar kalangan bahwa beban pekerjaan yang berlebihan menjadi penyebab ketidakbahagiaan dalam bekerja. Ariely merangkum bahwa untuk menciptakan karyawan yang termotivasi dalam bekerja dan menjadi bahagia caranya adalah dengan memberikan ‘nilai’ kepada pekerjaan seseorang dan memasukkan beberapa unsur intrinsik seperti: makna pekerjaan, kreasi, tantangan, kepemilikan, identitas, kebanggaan dan lain-lain. Motivasi tidak boleh disamakan dengan jumlah gaji yang semakin besar karena apabila karyawan merasa bahwa tugas dan tanggung jawabnya tidak memiliki korelasi yang positif dan bernilai untuk mencapai tujuan-tujuan personalnya, gaji yang besar sama sekali tidak berarti.
Berikut beberapa kesimpulan dari hasil studi Ariely dan beberapa penelitian lainnya tentang bagaimana menciptakan karyawan yang bahagia dan termotivasi dalam bekerja yaitu:
- Selalu berikan apresiasi terhadap pencapaian kinerja para karyawan sekecil apapun. Pengakuan dari atasan terhadap prestasi para karyawannya merupakan motivasi terbesar. Penghargaan tersebut tidak harus berupa uang namun apabila diberikan secara tulus tentu akan bermakna lebih.
- Menciptakan karyawan yang puas saat ini tidak cukup dengan menaikkan gaji atau memberi beberapa tunjangan tambahan namun perusahaan harus mendesain lingkungan kerja dimana para karyawan merasa bisa terkoneksi dengan perusahaannya dan memiliki pengalaman kerja yang positif yang mendorong terciptanya kehidupan pribadi yang lebih kaya dan tujuan-tujuan pribadi yang terpenuhi.
- Berikan tanggung jawab dan kebebasan yang lebih besar. Kata kuncinya adalah semakin sulit suatu pekerjaan semakin bangga karyawan terhadap dirinya karena merasa telah memberikan kontribusi kepada perusahaannya.
- Buatlah karyawan merasa sebagai bagian yang penting dari suatu gambar yang besar. Motivasi yang penting bagi para karyawan adalah apabila perusahaan memberikan kesempatan kepada mereka untuk membuat perbedaan melalui tugas dan pekerjaannya dan mereka menyadari bahwa hasil pekerjaan tersebut bermanfaat bagi orang lain.
- Komunikasi yang terbuka dan kontinyu harus terus terjalin antara manajemen dan para karyawannya. Atasan harus selalu membukakan pintu terhadap keluh kesah dan masukan-masukan dari para karyawannya karena apabila atasan menunjukkan perhatiannya akan membantu meningkatkan ikatan emosional yang kuat diantara para karyawan yang akan meningkatkan motivasi dan kebahagiaan kerja.
Pada dasarnya manusia tidak menyukai bekerja. Hasil survey Gallup menemukan bahwa hampir 90% karyawan menjawab tidak terikat atau secara aktif terus mencari pekerjaan lainnya. Ini sama dengan kesimpulan Adam Smith bahwa secara lahiriah manusia itu malas, tidak menyukai bekerja dan terpaksa bekerja demi mendapatkan uang. Artinya, 9 dari 10 karyawan menghabiskan sebagian besar waktunya melakukan aktivitas yang sebenarnya mereka tidak ingin kerjakan di tempat yang sebenarnya mereka tidak ingin bekerja. Manusia dilahirkan untuk mencari kemudahan dalam hidupnya dan sebenarnya tidak ingin bersusah payah mewujudkan apapun yang diinginkannya. Professor Barry Schwartz secara tegas membantah hal ini. Dalam artikelnya “Rethinking Work” yang dipublikasikan di laman online The New York Times, Prof. Barry anggapan bahwa kita bekerja hanya demi uang telah usang dan kita sebenarnya bekerja karena alasan-alasan lain yang lebih daripada sekedar uang. Kita menyukai pekerjaan yang menawarkan tantangan-tantangan, yang memungkinkan kita untuk mewujudkan ide-ide dan kita memiliki kontrol sepenuhnya atas apa yang kita lakukan. Kita akan puas dan mencintai pekerjaan yang memberikan kita peluang untuk terus belajar dan tumbuh. Kita ingin memiliki rekan kerja termasuk atasan yang kita hormati dan menghargai kita. Intinya, kita menginginkan pekerjaan kita memiliki makna yang tidak membuat kita dapat memenuhi impian dan gagasan kita namun membuat perbedaan bagi orang lain. Ketika para karyawan melakukan pekerjaan yang mereka cintai, mereka akan mencintai pekerjaan yang mereka lakukan dan mereka akan lebih bahagia dalam bekerja sehingga mereka akan bekerja lebih baik dan memberikan kontribusi yang lebih terhadap perusahaannya.
Komentar
Posting Komentar